Click here for Myspace Layouts
Valentine's Day Pumping Heart

Jumat, 04 Mei 2012

GARA-GARA NYONTEK

 
Ruang belajar itu merupakan awal dimana aku mulai menapakkan jemari kaki dan meregangkan tulang-tulangku yang hampir remuk. Pagi yang dingin merontokkan kehangatan ruangan. Aku lebih tertarik untuk menopang kepalaku diantara kursi-kursi belajar dikelas, ketimbang membaca buku yang kurasa membuat mataku sayu terkulai lemas, lalu akhirnya tertidur pulas.
Viola, begitulah sapaan akrab dari teman-temanku. Viola Agni Larasetya Utami merupakan nama yang sudah diberikan oleh orang tuaku 20 tahun silam. Cukup panjang memang, namun aku rasa ada alasan mengapa orang tuaku memberikan nama itu kepadaku.
Yah, akupun bangga menyandang nama tersebut karena nama itu memberikan peranan yang sungguh luar biasa dihidupku.
***
Vi… Vio.. Viola... Bangun… Kamu kenapa vi?
“Kok jam segini malah tidur?
“Pasti begadang lagi, benar kan?“ “ujar ocha bersemangat”.
“Ukh, Ocha sebel nich!”
“Udahan dong, ngedumel mulu sich”. “Jawab Viola tak ingin kalah”.
“Biarin, kalo gak gini, kamu mana mau bangkit dari mimpi.”
“Viola, kamu udah ngerjain tugas Mam Sri?”
“Conjunction sama materi presentation?”
“Liat dong, vi! Aku belum nich.”
“Tadi malam, aku nemenin mama belanja, jadi gak sempat ngerjain.”
“Please, vi bantuin dong.” “Rengek ocha kepadaku”.
“Udah, tuh ambil ditas tapi cha kapan kamu mau bisa kalo kerjanya Cuma nyontek aja?”
“Emang, gak takut ntar malah ditanyain sama Mam Sri terus gak bisa jawab? “Ujarku serius”.
“Udah dech, gak bakalan.”
“Lagian anak emas Mam Sri tuh bukan aku tapi kamu!” “Bantah Ocha”.
“Ada-ada aja kamu, cha!”
“Mau jadi apa kamu nanti, kalo kerjanya cuma nyontek?”
“Kalo nyontek bisa bikin kamu ngerti, gak masalah. Aku cuma khawatir kamu malah gak bisa apa-apa.”
“Udahlah, yang penting aku ngerjain.” Potong Ocha”
***
Yah, seperti itulah terus menerus pada setiap mata pelajaran apapun. Sungguh prihatin melihat kenyataan bahwa sahabatku ocha, juga sama patennya dengan yang lain dalam hal “Copast”  atau “Copy Paste”. Sebagai sahabat ocha, aku hanya bisa mengingatkan saja.
Sebenarnya aku kecewa, sebagai sahabat aku belum berhasil mengubah sifat khas miliknya. Aku sadar itu semua diluar hakku, namun setidaknya aku menginginkan yang terbaik untuknya.
15 menit kemudian, Mam Sri datang. Seperti biasa menyapa muridnya dengan sangat bersemangat.
“Morning student! How are you today?” “Sapa Mam Sri bersemangat”.
“Morning mam, fine and you?” “Jawab kami kompak”
“I’m fine too”, do you have homework?”
“Yes, we do.” “Jawab kami bersamaan”
“Yeah, do you have problems in your homework?”
“Any questions, please?”
***
Tidak ada satupun jawaban dari kami, membuat Mam Sri bingung. Mam Sri mengulang pertanyannya kembali kepada semua muridnya, termasuk aku. Namun, jawaban dari kami tak kunjung juga didapatkannya.
Mam Sri Nampak sedikit kecewa, itu semua telihat dari raut wajahnya yang masih segar meski diumurnya yang hampir menginjak setengah abad.
“Hello, may I know about something to you, Viola?”
“Do you wanna explain to me, what happened to all?”
“I’m confused if nobody of you don’t tell to me about it.” “Ujar Mam Sri dengan penuh harap”
“Nothing, mam! We’re fine. We just memorizm our homework, you said that we must presentation in front of the class. So, we just prepare it more.
***
Setelah mendengar penjelasan dariku, Mam Sri akhirnya kembali tersenyum. Sepertinya beliau mulai tergoda untuk menantang kami maju kedepan satu-persatu mempresentasikan materi dengan menggunakan bahasa inggris. Setidaknya, aku bisa melihat senyuman itu merekah lagi, namun sejujurnya hatiku teriris karena harus membohongi Mam Sri. Aku tau apa penyebab semuanya hanya diam saat Mam Sri bertanya. Fakta yang terjadi ialah mereka semua tidak mengerti, itu saja. Mam Sri mulai mengawali pembicaraan dimuka kelasku. Benar saja, kami ditunjuk satu persatu maju kedepan kelas mempresentasikan materi. Teman-temanku yang lain sibuk menghapal, ada yang memuaskan, ada juga yang gagal total. Aku lega saat giliranku tiba, aku bisa dengan lancar mempresentasikan materi dengan lugas. Alhamdulillah, tidak sia-sia usahaku semalam. Aku sadar, sebagai siswa tugasku belajar. Alhamdulillah kerja kerasku berbuah manis pada setiap mata pelajaranku.
“Ok, it’s a chance for Ocha Liana Putri”. “Give applause to Ocha”


Suara tepuk tangan membahana diruang kelasku, namun sosok ocha tak jua Nampak dimuka kelas. Aku heran, kenapa ocha tak berkeinginan maju mempresentasikan tugas tersebut. Kulihat wajah ocha sejenak, pucat pasih tak berdaya, keringat sebesar jagung keluar dari pori-pori tubuhnya. Merasakan keanehan itu, aku pun menodongkan berbagai pertanyaan kepadannya namun tak jua dijawab. Aku kembali panik, melihat sekujur badannya kaku tak berdaya. Mataku terpanah, seakan mengetahui jawabannya dari arah bawah kursi yang Ocha duduki.
“Cha, kamu pipis yach?” “Tanyaku pelan”
“Ssssttt… jangan berisik vi! Aku malu, kalo yang lain termasuk Mam Sri tau”
“Aku gak mau maju, aku takut vi. Aku gak bisa presentasi”.
“Kamu sich, kan tadi udah aku bilangin. Masih juga ngeyel, kena batunya kan akhirnya!” “Sungutku kesal”
***
Mam Sri mendekati kami berdua, dengan penuh pengertian disuruhnya aku menemani ocha kekamar mandi. Setelah pelajaran usai, ocha menceritakan semua yang terjadi kepada Mam Sri, tanpa amarah Mam Sri menasehati kami dengan lembut. Sejak itu ocha berubah, ocha berjanji untuk tidak nyontek lagi, dan akhirnya kami pun bertambah akrab. Semua gara-gara nyontek.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar